Perjuangan Upah Adalah Perjuangan Merebut Harga Diri Kaum Buruh

Beberapa waktu lalu Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengumumkan rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 sebesar 1,09 persen. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut bahwa besaran UMP 2022 ini tidak bisa sesuai dengan keinginan buruh karena pemerintah harus mengikuti formula baru yang tertuang di PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.


Para pengusaha yang tergabung di Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung keputusan pemerintah menaikan upah minimum 2022 sebesar 1,09 persen. Pengusaha menilai kenaikan upah minimum tersebut sudah adil.


Ditambah lagi Pemerintah Pusat mengancam bakal memberhentikan secara permanen gubernur atau kepala daerah yang tidak mengikuti formulasi penghitungan upah minimum. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan sanksi itu diambil untuk memastikan program strategis nasional ihwal Upah Minimum dapat ditaati oleh setiap daerah. Harapannya, kata Ida, penetapan Upah Minimum yang mengacu pada formula baku dalam PP itu dapat menciptakan iklim usaha yang berdaya saing dan kondusif bagi pengusaha.


Sementara upah pekerja/buruh dari tahun ke tahun kita melihat secara nyata menjadi situasi obyektif yang tersimpulkan tidak menemukan penyelesaian atau solusi sampai dengan saat ini. Tiap akhir dan awal tahun kita mendengar dan melihat kaum buruh/pekerja menuntut perbaikan baik secara nominal maupun kualitas upah secara riil.


Atas hal itu menimbulkan reaksi yang berbeda, di pihak pengusaha konsepsi pengupahan yang coba digagas oleh pemerintah garis besarnya bersepakat bahkan mendukung penuh. Sedangkan di pihak kaum buruh konsepsi tersebut ditolak karena akan semakin memundurkan tingkat kesejahteraan kaum buruh itu sendiri.


Sehingga sejatinya penentuan nilai upah pada masa kapitalisme saat ini hanyalah berdasarkan harga untuk dapat menghadirkan buruh pada proses produksi keesokan harinya, yang dihitung adalah nilai minimum kebutuhan fisik seorang buruh untuk dapat tetap memiliki tenaga dan pikiran dalam menjalankan proses produksi.


Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bagaimana pemerintah berposisi dengan tegas disamping pengusaha. Pemerintah tidak malu malu lagi menutupi topengnya selama ini dengan mengeluarkan kebijakan yang hanya menguntungkan kepentingan pemilik modal dengan cara menumbalkan kehidupan yang layak bagi buruh dan keluarganya yang merupakan mayoritas rakyat dalam negara kita.


Jika pemerintah dan pengusaha sudah bermain dengan cara kasar seperti mengangkangi konstitusi dan itupun sudah dilakukan berkali kali terlebih saat mengesahkan UU Cipta Kerja yang sangat menyengsarakan rakyat, lalu harus bagaimana kita menyikapinya sebagai gerakan buruh?
Mari kita belajar dari sejarah. Sesungguhnya sejarah perkembangan masyarakat adalah sejarah pertentangan kelas. Kondisi yang ada hari ini merupakan hasil dari proses pertentangan kelas yang terjadi hingga hari ini. Pertentangan antara Si Penindas dengan yang Tertindas, pertentangan antara penjajah dengan yang terjajah, pertentangan antara yang bathil dan yang haq.


Jika kita menilik balik pada sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, dimana bangsa ini mampu merdeka dari penjajahan yang dilakukan oleh Belanda dan Jepang, maka bisa kita lihat bahwa kemerdekaan tidak diperoleh dengan jalan damai. Atau jika kita mau melihat sedikit kebelakang ketika gerakan buruh menjadi gerakan yang sangat massif memperjuangkan puluhan ribu buruh outsourcing menjadi buruh / pekerja tetap apakah dilakukan dengan jalan damai dan kompromi? Tentu saja kita akan jawab dengan jujur. Tidak! Kita tidak berjuang dengan damai dan penuh kompromi. Melainkan kita berjuang dengan segenap keberanian, tekad yang teguh, dan juga meyakini bahwa perjuangan kita akan berbenturan dengan sangat keras.


Seandainya perjuangan upah adalah sebuah pertandingan, kita semua tidak bisa mengubah pertandingan melawan pemerintah dan pemilik modal sebagai pertandingan yang biasa-biasa saja dengan alasan apa pun. Kita harus melihat bahwa kaum buruh terluka dengan cara pandang semacam itu. Kita harus memiliki daya bentur yang lebih keras dalam perjuangan upah ini.


Kita pun tidak perlu menuntut pemerintah dan pemilik modal untuk meningkatkan mutu etika mereka dalam penentuan upah. Yang harus kita lakukan, gerakan buruh sebagai sebuah keutuhan punya daya bentur yang keras menghadapi mereka.


Namun yang terjadi, daya bentur itu seperti diperjuangkan sendirian oleh segelintir orang. Sementara sebagian besar elit dan massa buruh terlihat terlalu sopan dan tidak memiliki mentalitas perlawanan yang cukup ketika kaum buruh itu sendiri dilukai secara etika.


Kita harus meyakini bahwa kekuatan gerakan buruh sangatlah besar. Kekuatan yang akan mampu merubah tatanan menjadi lebih baik. Tatanan yang membawa keadilan sosial dan kesejahteraan bagi buruh dan keluarga serta rakyat tertindas lainnya. Tatanan itu akan terwujud jika mampu memenangkan perlawanan ini dan membuat kaum buruh berdiri tegak diatas kakinya sendiri.


Jadi tanamkan dalam hati kita bahwa perjuangan upah ini adalah penentuan seberapa besar kekuatan kita dan lakukan dengan martabat. Jangan biarkan kaum buruh kembali mengalami kekalahan-kekalahan yang tidak semestinya kita terima.

Sampai jumpa di Medan-Juang!!


*Jason Rangga

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.

Atas ↑