Hendri Lolo; Ditengah Pandemic, “pesanan” Omnibuslaw RUU Cipta Kerja ingin segera disahkan.

pak lolo2

Sejak aksi-aksi penolakan RUU kontraversial bulan November 2019 lalu, pemerintah gencar mencari jalan untuk “memperbaiki ekonomi” salah satunya dengan menggelontorkan RUU onimbuslaw cipta kerja. Pemerintah dengan sukses meng-goal-kan Revisi UU KPK walaupun ditentang banyak pihak, rupannya mereka (pemerintah) ingin mencoba menggoalkan RUU kontorversial dengan menyatukan semua UU yang “menghambat investasi” untuk direvisi menjadi satu UU yang disebut oleh mereka adalah ONIMBUS LAW CILAKA.

Omnimbus law yang digelontorkan pemerintah langsung mendapat penolakan dari berbagai element rakyat terutama dari kaum buruh. Kenapa pemerintah ingin sekali menggoalkan onimbus law cipta kerja? Dalih mereka (pemerintah) adalah menyelamatkan ekonomi dengan memberi karpet merah kepada para investor-pemilik modal. Lalu nasib buruh dan element rakyat yang lainnya bagaimana?.

Melihat isi drfat RUU cipta kerja ini (ada 11 cluster) ternyata isinya sangat cenderung merugikan kaum buruh, petani, dan element rakyat yang lainnya. Atas hal itu buruh bersama rakyat mau tidak mau, suka tidak suka harus melakukan aksi turun kejalan. Hal itu sangat sering dilakukan, hampir tiap hari didengungkan dalam aksi penolakan onimbuslaw cipta kerja ini oleh seluruh element rakyat sejak Januari-pertengahan Maret 2020). Aksi lagi gencar-gencarnya menolak onimbuslaw ini, rakyat dihadapkan dengan virus corona (masuk Indonesia tanggal 2 maret 2020), maka praktis sejak kedatangan pandemic aksi dilarang karena menurut penelitian medis virus ini menyebar dengan sangat cepat dari manusia ke manusia (menular).

Keterlambatan penangkalan virus ini dalam waktu singkat menyebar sanagt cepat, dari 2 korban positif pertanggal 2 maret 2020 sampai hari ini hampir mencapai 9.096 orang yang positif coronavirus. Sementara tindakan sosial distancing, physical distancing, sekolah dari rumah, kerja dari rumah sampai dengan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dijalankan tetapi belum mampu memotong rantai penyebarannya hingga meluas ke berbagai daerah di Indonesia. Dianggap tidak tegas dalam mencegah virus ini maka ada beberapa warga di berbagai daerah menerapkan lockdown di beberapa Daerah dan lingkungan perkampungan warga, sampai akhirnya pemerintah mengeluarkan peraturan yang tidak memperbolehkan melakukan lockdown tanpa seizing pemerintah pusat-kementerian kesehatan RI.

Kebijakan abu-abu yang diambil pleh pemerintah mulai dari sosial distancing, physical distancing, sekolah dari rumah,  kerja dari rumah sampai dengan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) faktanya tidak berlaku bagi buruh khususnya buruh manufacture. Ditengah ketakutan banyak orang, bahaya yang selalu mengintai Buruh harus terus menerus melakukan pekerjaan seperti biasa hingga saat ini, seolah-olah buruh ini kebal terhadap virus.

Pemerintah ingin roda-roda ekonomi tetap berjalan, ditambah Negara ini tidak mempunyai perusahaan strategis nasional (perusahaan yang sepenuhnya saham dikuasai oleh Negara) artinya perusahaan baik manufacture, finance dan sector laiinnya ternyata didominasi oleh kepemilikan individu para konglomerasi (Swasta) mulai dari hulu smapai hilir, atas itu pemerintah berpikir seribu kali untuk berani melakukan work from home disemua sector industry kecuali beberpa industry seperti farmasi, rumah sakit, dan distribusi. selain persoalan tersebut buruh juga dihadapkan berbagai masalah ketenagakerjaan akibat dari tidak adanya perlindungan terhadap buruh dimasa pandemic, walhasil banyak pekerja-pekerja formal dan informal yang ter-PHK menembus angka hingga jutaan orang (Diminggu pertama April 2020 sebanyak 2,8 juta buruh ter-PHK dan dirumahkan), begitu juga dengan hak atas upah pun disunat alias dipotong bahkan tidak diberikan dengan alasan covid-19.

Krisis ekonomi ditambah pandemic mengakibatkan ekonomi global semakin terpuruk dan berdampak langsung terhadap situasi ekonomi dalam negeri, hal ini memunculkan pertanyaan public atas system ekonomi global yang berkuasa saat ini masih saja terus bertahan padahal selalu mendatangkan krisis dan ketimpangan global, sehingga patut menjadi kajian dan diskursus bersama. Kenapa itu menjadi penting? Krisis ekonomi yang ditambah dengan krisis kesehatan tidak mampu menghindari dampak social ekonomi masyarakat.

Menurut BPS per agustus 2019 terdapat 7,05 juta jiwa tidak memuliki pekerjaan, jumlah tersebut meningkat 3,3% dari bulan Februari sebesar 6,82 juta jiwa (https://beritagar.id/artikel/berita/ekonomi-melambat-jumlah-pengangguran-di-indonesia-bertambah). Selanjutnya menurut BPS pada semester II 2019 penduduk miskin di Indonesia diangka 24 juta jiwa. Indicator kemiskinan makanan 2100/hari dan 51 jenis komoditi non makanan diperkotaan, 47 komoditi non makanan (https://www.bps.go.id/dynamictable/2016/01/18/1119/jumlah-penduduk-miskin-menurut-provinsi 2007-2019.html). Dari segi pendapatan masyarakat miskin itu adalah kelompok masyarakat yang memiliki pendapatan  1 Dollar USA, lebih rendah dibandingkan standar dunia 2 Dollar USA/hari. Pada Maret 2019 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis standar garis kemiskinan masyarakat Indonesia adalah Rp 425.250 perkapita perbulan (https://nasional.kompas.com/read/2019/11/11/16553951/anggota-komisi-iv-garis-kemiskinan-indonesia-di-bawah-standar-dunia). Sementara kekuatan utama ekonomi Indonesia adalah konsumsi, artinya semakin banyak orang yang tidak bekerja dan kehilangan pekerjaan (membiarkan PHK) maka angka kemiskinan semakin meningkat pada akhirnya konsumsi rumah tangga akan semakin menurun.

Ditengah wabah pandemic kita bisa menyaksikan langsung bagaimana situasi social ekonomi masyarakat saat ini. Menjawab keterpurukan tersebut pemerintah justru mengandalkan karpet merah bagi para investor, padahal selama ini-sejak segilintir individu swasta menguasai ekonomi tidak membebaskan bangsa ini dari stempel negara berkembang, pun bagi rakyatnya yang masih terus menerus terjebak dalam jeratan ekonomi menengah kebawah.

poster5

Anehnya ditengah-tengah bahaya pandemic, pemerintah bersama DPR (yang katanya wakil rakyat) dengan terang-terangan terus mendesakkan pembahasan Omnibuslaw-RUU cipta kerja, seolah-olah itu menjadi solusi atas keterpurukan, sedangkan RUU tersebut menuai banyak kritik baik dari para ahli maupun masyarakat yang berposisi sebagai korban langsung dari segala kebijakan ekonomi politik, karena RUU tersebut secara substansi tidak berkesesuaian dengan cita-cita keadilan dan kemakmuran rakyat.

Banyak yang berpandangan, bahwa dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketenagakerjaan, omnibuslaw RUU Cipta Kerja jauh lebih buruk alias semakin memperburuk apa yang sudah buruk. Akan tetapi bertameng membuka lapangan kerja, memperbaiki ekonomi nasional pemerintah bersama DPR tetap saja ngotot melakukan pembahasan agar cepat disahkan. Sedangkan rakyat dibiarkan bertarung mati-matian melawan virus, mempertahan pekerjaannya dari ancaman PHK, berjuang ekstra untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya dan kenyataan itu membuat kita semakin bersedih, karena sudah jutaan buruh yang ter-PHK, puluhan tenaga medis yang meninggal, ratusan orang meninggal bagi mereka yang membahas omnibuslaw adalah seperti tumpukan angka-angka yang tinggal dihitung dan diarsipkan saja.

Penulis menduga bahwa Omnibuslaw RUU ini memang sudah “dipesan” untuk diteruskan menjadi UU walaupun ditengah pandemic dan menguntungkan satu pihak yaitu para investor. Karenanya tanggapan kaum buruh terhadap kengototan anggota dewan untuk tetap merumuskan RUU ini mendapat reaksi yang sangat keras, mulai dari bom sms/wa, sampai rencana mogok nasional. Maka tinggal ada 2 pilihan; apakah buruh bersama rakyat tetap membiarkan DPR mengesahkan omnibuslaw atau terus berupaya dengan segala daya upaya meng-GAGAL-kan misi para investor. Dan hanya satu pilihan bagi para DPR yaitu membatalkan omnibuslaw RUU Cipta kerja, selanjutnya focus menangani pandemic COVID-19.

Dengan demikian, menjelang May Day (Hari Buruh se-Dunia) buruh bersama rakyat harus mengambil pilihan mengerahkan segala daya upaya untuk menggagalkan omnibuslaw. Mereka-DPR berani berkerumun melanggar peraturan PSBB demi membahas kepentingan para konglomerasi, maka buruh/pekerja/karyawan harus lebih berani berjuang demi kepentingan rakyat saat ini dan dimasa yang akan datang. Mari perkuat solidaritas antar sesame rakyat, semoga pandemic ini segera berlalu dan buruh mendapatkan kemenangan atas semua perjuangannnya.

Cikarang 12 april 2020

Penulis; Buruh pabrik dan pengurus FPBI cab. Kabupaten Bekasi.

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑